Teori Disonansi Kognitif dan Contoh Kasus

Teori Disonansi Kognitif

Teori ini menyatakan suatu perasaan ketidaknyamanan yang muncul ketika seseorang menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang. Konsep ini berasal dari Teori Disonansi Kognitif Festinger yang mengatakan bahwa, disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan. Disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi. Teori ini memungkinkan dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbeda satu sama lain, yaitu Konsonan, Disonan, dan tidak relevan.
Hubungan konsonan merupakan dua elemen yang berada pada posisi seimbang satu sama lain, sementara hubungan disonan merupakan dua elemen dalam ketidakseimbangan dengan lainnya. Hubungan tidak relevan muncul ketika kedua elemen tersebut tidak mencapai suatu implikasi antara satu dengan yang lain.

Asumsi Teori Disonansi Kognitif
•Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dam perilakunya
•Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis
•Disonansi adalah perasan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan dengan dampak dapat diukur
•Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi.

Contoh Kasus Teori Disonansi Kognitif
Dinda adalah seorang mahasiwa di Universitas Sumatera Utara. Dinda merupakan perokok aktif dan berat. Sebenarnya, Dinda tahu bahwa merokok tidak baik apalagi bagi kalangan wanita, resiko yang dihadapi akan sangat besar. Namun, pikiran atau pendapat yang dipegang Dinda tersebut tidak sejalan dengan apa yang dilakukannya. Karena Dinda mengetahui dampak dari perilakunya dan ingin sekali mengakhirinya, maka dia termotivasi serta berusaha keras untuk lepas dari rokok.

Analisa Kasus

Dilihat dari kasus Dinda di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa Dinda mengalami hubungan yang tidak relevan. Hal ini terbukti dari tidak tercapainya implikasi kedua elemen (konsonan dan disonan). Dinda mengetahui dampak buruk yang dia hadapi apabila meneruskan perilakunya tersebut. Hal itulah yang membuat Dinda termotivasi dan berusaha sangat keras untuk berhenti. Dinda berusaha mengubah disonansi menjadi konsonansi, dimana pendapat yang dia pegang sejalan dengan perilakunya (relevan).
Back To Top